.::Assalamu'alaikum, Panitia Penerimaan Peserta Didik Baru Tahun Pelajaran 2015/2016 SMK Ma’arif 2 Gombong, telah siap menerima calon peserta didik baru untuk 3 (tiga) jurusan yaitu: Teknik Elektro (Teknik Audio Video), Teknik Otomotif (Teknik Kendaraan Ringan) dan Teknik Pendingin dan Tata Udara. Buruan, daftarkan diri Anda segera !! hanya di SMK Ma’arif 2 Gombong::..
"Hadir dan Ikuti Pengajian dalam Peringatan Isro' Mi'roj Nabi Muhammad SAW Tahun 1436 H SMK Ma'arif 2 Gombong pada acara tersebut yang akan dilaksanakan pada : Hari Jum’at, 15 Mei 2015 Pukul 07.00 s.d. selesai bertempat di Masjid Nuurul Muhajirin Wanalela, Kemukus Gombong pembicara: K.H Ghufron dari Karangsari, Kebumen

Kamis, 09 Oktober 2014

Tuntunan Islam dalam Menyikapi Informasi




 Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ
Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu. (QS. Al Hujurat : 6)

Ketika menafsirkan ayat ini, Ibnu Katsir menjelaskan: "Allah Subhanahu wa Ta'ala memerintahkan (orang-orang yang beriman) untuk memeriksa berita yang datang dari orang fasik dengan teliti, dan hendaklah mereka bersikap hati-hati dalam menerimanya dan jangan menerimanya begitu saja, yang akibatnya akan membalikkan kenyataan. Orang yang menerima begitu saja berita darinya, berarti sama dengan mengikuti jejaknya. Sedangkan Allah Subhanahu wa ta'ala telah melarang kaum mukmin mengikuti jalan orang-orang yang rusak.

Berangkat dari pengertian inilah ada sejumlah ulama yang melarang kita menerima berita (riwayat) dari orang yang tidak dikenal, karena barangkali dia adalah orang-orang yang fasik. Tetapi sebagian ulama lainnya mau menerimanya dengan alasan bahwa kita hanya diperintahkan untuk meneliti kebenaran berita orang fasik, sedangkan orang yang tidak dikenal (majhul) masih belum terbukti kefasikannya karena dia tidak diketahui keadaannya."

Sedangkan Sayyid Quthb dalam tafsir Fi Zhilalil Qur'an menjelaskan, "Allah memfokuskan orang fasik sebab dia dicurigai sebagai sumber kebohongan dan agar keraguan tidak menyebar di kalangan kaum muslimin karena berita yang disebarkan oleh setiap individunya, lalu ia menodai informasi. Pada prinsipnya, hendaklah setiap individu kaum muslimin menjadi sumber berita yang terpercaya dan hendaknya berita itu benar serta dapat dapat dijadikan pegangan. Adapun orang fasik, maka dia menjadi sumber keraguan sehingga hal ini menjadi ketetapan."

Menurut para mufassir, asbabun nuzul ayat di atas berkenaan dengan Al walid bin Uqbah yang diutus oleh Rasulullah untuk mengumpulkan zakat dari Bani Al Musthaliq. Al-Walid menyampaikan laporan kepada Rasulullah bahwa mereka enggan membayar zakat, bahkan berniat membunuhnya, padahal ia tidak pernah sampai ke perkampungan Bani Al Mushtaliq tersebut. Dilapori akan adanya pemberontakan itu, Rasulullah murka. Tetapi beliau tidak langsung mengambil tindakan terhadap Bani Al Musthaliq, melainkan beliau mengutus Khalid untuk mengklarifikasi kebenarannya, sehingga turunlah ayat ini yang mengingatkan bahaya berita palsu yang coba disebarkan oleh orang fasik. Berita palsu itu hampir saja mengakibatkan permusuhan antar sesama umat Islam saat itu.

Jika di zaman Rasulullah saja bisa terjadi hal seperti itu, bagaimana dengan zaman sekarang? Di zaman Rasulullah kejujuran sangat dominan mewarnai, masih ada pemberitaan palsu, apalagi di zaman sekarang yang banyak kedustaan bertebaran. Berita dan informasi yang tidak benar bisa berasal dari mana saja, baik individu maupun lembaga. Bahkan, media raksasa yang mengklaim sebagai lembaga profesional sekalipun.

Di bulan Februari ini saja, sebuah televisi nasional diketahui menyiarkan pemberitaan yang telah diplintir sehingga orang yang mendengar dan menyaksikannya menjadi tersesatkan. Pada 14 Februari lalu, dalam sebuah acara bertajuk "Berdarah Yahudi, Bernafas Indonesia," televisi itu menggiring opini masyarakat ke arah kesimpulan bahwa ormas yang menentang penjajahan Zionis atas Palestina sebagai organisasi yang intoleran dan anti semit. Maka organisasi Islam yang merasa dicatut namanya itupun melaporkan televisi tersebut ke Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Satu berita digugat belum selesai, muncul berita lain yang juga disinyalir sengaja diplintir. Televisi yang sama kemudian diprotes oleh lembaga yang datanya diplintir tersebut.

Sebelumnya, pada September 2012 lalu, televisi itu pula yang membuat pemberitaan, mengarah pada kesimpulan bahwa Rohis di sekolah-sekolah menengah adalah tempat rekrutmen teroris. Setelah diprotes oleh orams-ormas Islam, akhirnya ia minta maaf.

Di era informasi seperti saat ini, tidak sedikit umat Islam yang terpancing dengan dengan informasi yang ada, tanpa melakukan tabayun. Padahal tabayun itulah yang dituntunkan Islam melalui Surat Al Hujurat ayat 6 tersebut, jika ada berita atau informasi dari orang-orang yang fasik. Jika Ali bin Abi Thalib pernah menyampaikan

أُنْظُرْ مَا قَالَ وَ لَا تَنْظُرْ مَنْ قَالَ
Lihatlah apa yang dibicarakan, jangan melihat siapa yang bicara

Sesungguhnya kalimat itu berlaku dalam hal nasehat, yang sudah pasti benar. Maka kebenaran, dari manapun ia datang, ia perlu untuk diambil. Apakah dari seorang anak kecil, orangtua, miskin ataupun kaya. Maqalah itu bukan untuk urusan berita dari orang yang tidak dikenal kejujurannya.

Maka di dalam ilmu hadits, suatu hadits diterima jika para perawinya terpercaya. Sebaliknya, jika perawinya pendusta atau fasik, maka hadits itu bisa gugur hingga derajat maudhu' (palsu).

Demikian pula dari sebuah informasi atau berita yang belum jelas kebenarannya. As-Sa’di membagikan sumber (media) berita kepada tiga klasifikasi:
Pertama, berita dari seorang yang jujur yang secara hukum harus diterima.
Kedua, berita dari seorang pendusta yang harus ditolak.
Ketiga, berita dari seorang yang fasik yang membutuhkan klarifikasi, cek dan ricek akan kebenarannya.

Dengan demikian seorang muslim tidak boleh asal telan berita atau informasi, terlebih langsung menyebarluaskannya. Di zaman Rasulullah pernah terjadi, sahabat yang akhirnya menyesal dan bertaubat, karena ia pernah terlibat dalam upaya menyebarkan kabar dusta (haditsul ifki). Saat itu, Aisyah radhiyallahu 'anha diisukan berselingkuh dengan sahabat Sofwan, setelah Aisyah tertinggal rombongan perang akibat mencari kalungnya yang hilang. Fitnah itu dihembuskan dengan cepat oleh gegembong munafik Abdullah bin Ubay, dan ternyata, ada beberapa muslim yang termakan fitnah itu lalu turut menyebarkannya.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman mengenai peristiwa ini:

إِنَّ الَّذِينَ جَاءُوا بِالْإِفْكِ عُصْبَةٌ مِنْكُمْ لَا تَحْسَبُوهُ شَرًّا لَكُمْ بَلْ هُوَ خَيْرٌ لَكُمْ لِكُلِّ امْرِئٍ مِنْهُمْ مَا اكْتَسَبَ مِنَ الْإِثْمِ وَالَّذِي تَوَلَّى كِبْرَهُ مِنْهُمْ لَهُ عَذَابٌ عَظِيمٌ
Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga. Janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kamu bahkan ia adalah baik bagi kamu. Tiap-tiap seseorang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang dikerjakannya. Dan siapa di antara mereka yang mengambil bahagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu baginya azab yang besar (QS. An-Nur : 11)


Di zaman yang dipenuhi dengan jejaring sosial ini, kadang kita dapati sebagian muslim begitu saja menyebarkan, berbagi/sharing semua informasi yang diterimanya, tanpa peduli apakah informasi itu benar atau salah.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
كَفَى بِالْمَرْءِ كَذِبًا أَنْ يُحَدِّثَ بِكُلِّ مَا سَمِعَ
Cukuplah seseorang dikatakan sebagai pendusta jika ia mengatakan segala yang ia dengar (HR. Muslim)

Demikianlah secara singkat tuntunan Islam dalam menyikapi informasi, khususnya informasi baru. Jika informasi itu datang dari mukmin yang jujur, maka ia diterima. Namun jika informasi itu datang dari orang/lembaga fasik, ia tidak boleh langsung diterima begitu saja, melainkan perlu tabayun. Mengecek kebenaran informasi tersebut. Tabayun, juga menjadikan kita tidak begitu saja langsung menyebarkan informasi/berita yang belum jelas kebenarannya. Semoga Allah menjadikan kita sebagai orang yang jujur, dan mencatat kita bersama-sama orang-orang shiddiqin.

http://smkmaarif2gombongkebumen.blogspot.com/p/blog-page_2.html 









Source : http://www.bersamadakwah.com/2013/02/tuntunan-islam-dalam-menyikapi-informasi.html